Thursday, June 2, 2011

Pulau Galang - ex pengungsian Vietnam


MANUSIA PERAHU

DI PULAU GALANG

Orang Vietnam yang berada di pengungsian vietnam di Pulau Galang – Prov. Kepri – Indonesia lebih dikenal sebagai Manusia Sampan atau manusia perahu, karena kehadiran mereka di tempat tersebut menggunakan sampan sampan kecil yang sederhana dan sangat memprihatinkan.

Keberadaan para pengungsi Vietnam ini disebabkan oleh perang saudara yang terjadi di negaranya pada tahun 1980-an.

Kehadiran mereka di Pulau Galang Indonesia mulai tahun 1979. Kedatangan mereka ke daerah tersebut secara bergelombang, karena mereka menggunakan kapal kecil dan sederhana yang lebih dikenal sebagai perahu.

Satu perahu dapat memuat 30 – 120 orang saja.

Namun kisah perjalanan menuju ke Galang amat tragis dan memilikan hati. Tidak sedikit manusia perahu yang meninggal di laut selama perjalanan karena, sakit, kelaparan dan kehausan, juga oleh karena hujan dan badai yang menerpa perahu perahu mereka.

Namun semua peristiwa tersebut tidak menghalangi niat mereka untuk mencari tempat yang aman dan nyaman untuk menjalani hidup di alam yang fana ini.

Orang orang yang mengungsi ini merupakan orang orang yang cinta damai, yang tidak meninginkan peperangan dan kehancuran.

Gelombang pengungsi ini menarik perhatian Komisi PBB (UNHCR)- Komisi yang mengurus Pengungsian Internasional dan Pemerintah Indonesia.

Oleh pemerintah Indonesia, Pulau Galang dijadikan tempat khusus untuk para pengungsi Vietnam. Sebagian pengungsi yang terdampar di pulau pulau lain sekitarnya akhirnya dikumpulkan di tempat yang sama.

Oleh pemerintah Indonesia dan UNHCR,dibangunlah berbagai fasilitas seperti, tempat ibadah, rumah sakit, barak pengungsian, tempat makam, klinik PMI, kantor administrasi PBB, dan juga sekolah.-

Salah satu peninggalan sejarah berupa patung ditempat tersebut yang mengenangkan seorang perempuan tak berdosa bernama Tinh Han Loai yang menanggung rasa malu karena diperkosa maka akhirnya memutuskan bunuh diri secara tragis.

Dalam kurun waktu 23 tahun ( 1979 – 1996 ) manusia perahu hidup di pengungsian. Akhirnya pada tahun 1996 para manusia perahu diberikan 2 pilihan berat antara lain : memilih untuk kembali kenegaranya ( Vietnam ) atau mendapat suaka ke naegara negara yang mau menerima mereka seperti Amerika Serikat, Australia, Italia.jepang, Prancis, Inggris, Canada, dll.-

Opsi yang paling banyak dipilih adalah mendapatkan suaka ke negara baru, namun untuk mendapat suaka ke negara baru, para pengungsi harus lolos beberapa tes untuk mendapat kewarganegaraan baru.

Ada 5000-an pengungsi yang tidak lolos tes yang harus bersedia dipulangkan ke negara asalnya Vietnam.

Para pengungsi berontak karena tidak ingin dipulangkan ke negaranya.

Sebagai bentuk protesnya mereka menenggelamkan beberapa perahu milik mereka sendiri serta ada beberapa yang bunuh diri. Bahkan ada satu keluarga yang bunuh diri sebagai bentuk protes atas apa yang dilakukan PBB dan Pemerintah Indonesia untuk memulangkan mereka.

Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, itulah keputusan yang harus dijalani. Dengan segala keterpaksaan dan dalam deraian air mata para pengungsi yang tidak lolos tes mendapat suaka ke negara baru harus pulang.

Para Pengungsi yang lolos tes tidak seenaknya memilih negara suaka tujuannya; apalagi harus memilih untuk suaka bersama anggota keluarga. Mau atau tidak, suka atau tidak, pembagian manusia perahu untuk mendapat suaka haruslah dituruti walau semua itu terasa pedih menyayat hati. Dalam satu keluarga istri dan anak mungkin ke Australia tetapi bapak harus ke Amerika. Atau mungkin anak ke Canada sementara ibu dan bapak ke Italia.

Isak tangis dan teriakan teriakan histeris menghiasi upaya mendapat suaka. Semua keputusan harus diikuti oleh siapapun juga. Betapa mahalnya harga sebuah suaka untuk mencari kedamaian di bumi.

Setelah mendapatkan kehidupan yang lebih baik di negara baru, para manusia perahu mencari sanak keluarganya yang terpisah berpuluh tahun yang lalu.-

Tuhan Maha Adil dan Bijaksana........

Para manusia perahu akhirnya bertemu lagi di pulau Galang yang sama bukan sebagai pengungsi baru tetapi untuk reuni manusia perahu yang terpisah dan terbuang..

Kini semua hanyalah kenangan.-

Kenangan yang tak terlupakan oleh siapapun yang terlibat dalam peristiwa saat itu.

Kamp. Pengungsian Vietnam jadi sejarah bisu yang bercerita banyak peristiwa yang penuh haru biru.-

Namun setiap kita diharapkan agar mampu mengambil hikmah dari peristiwa ini agar tidak terulang kembali.-

By Ivan Making














Wednesday, February 2, 2011

Pelajaran Kehidupan Penghujung Tahun dari Lamawolo

" Tuun pai gelu wekin, Wulan haka peka badan".- demikianlah sebuah kalimat sederhana yang tertulis indah pada kain latar di Balai Dusun Dulo Lali Duli di desa Lamawolo - kecamatan Ileape Timur - Kabupaten Lembata - Provinsi NTT ketika digelar acara perayaan pelepasan tahun 2010 dan penyambutan tahun 2011 diakhir Desember yang lalu.-

Sebuah kata kata sederhana yang dapat diartikan sebagai Tahun sudah berganti, Bulan telah bertukar.- Oleh Bapak Kepala Desa Lamawolo ( Bp. Kamilus Ola ) yang biasa dipanggil Bp. Taso, diuraikan bahwa segenap warga Lamawolo harus mampu meninggalkan manusia lama yang penuh kemunafikan, rasa iri hati, pencemburu, dendam, dan lain lain yang negatif dan harus bangkit dan tumbuh menjadi manusia Lamawolo yang baru yang saling kerjasama, saling percaya, saling mengasihi, memiliki kemauan yang kuat untuk membangun dalam berbagai segi kehidupan agar kelak mampu sebagai pelaku utama dalam membangun desa lamawolo khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Namun disadari bahwa warga Lamawolo memiliki keterbatasan dalam berbagai hal namun pemerintah desa, tokoh masyarakat dan tetua adat telah berusaha mengubah wajah Lamawolo menjadi lebih cantik melalui kegiatan pembangunan sarana prasarana berupa jalan jalan kampung, pembuatan bak air, dan kegiatan kegiatan lain yang positif, demikian kepala desa Lamawolo dalam sambutannya.

Tokoh masyarakat yang diwakili oleh Bp Leo Loku dalam sambutannya menekankan bahwa, perlu keterlibatan berbagai pihak terutama anak tana Lamawolo untuk membangun Lamawolo terutama pembangunan manusia Lamawolo.-

Malam terus bergulir, bunyi suara hentakan kaki secara serempak oleh orang orang yang berada pada barisan melingkar ( sambil bergandengan tangan ) terus membahana diiringi suara nyanyian yang menyerupai teriakan mengikuti irama hentakan kaki para penari. Itulah sebuah tarian tradisi yang terus dipelihara yang lebih dikenal dfengan nama "OHA".-
Irama kaki terdengar menyatu menghasilkan bunyi indah disertai bunyi gelang gelang kaki yang disebut RETUNG.
Sebuah irama yang mengobarkan semangat juang.

Sungguh sebuah tarian tradisi yang menggambarkan kebersamaan dan persaudaraan yang kokoh antar orang orang yang berada di dalam komunitas tersebut.-
Bahwa secara bersama sama kita dapat mengerjakan setiap perkara perkara yang besar.

Sebagai penyemangat, behi tuak terus dilakukan oleh petugas Behi Tuak.
Mabuk??? aku selalu bertanya dalam hati. Jawabannya, Tidak!!! semua masih mampu mengendalikan diri sehingga tidak ada peristiwa yang menodai kegiatan malam itu.-

Hentakan kaki yang menghasilkan satu irama sebagai gambaran satu hati dalam menyelesaikan suatu pekerjaan agar diperoleh hasil yang baik dan menggembirakan seperti kegembiraan yang terpampang di wajah para penarinya.

Akhir acara, ketua panitia ( Bp. Yoakim Ola Making ) mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung sehingga kegiatan dapat terlaksana dengan baik walau masih jauh dari sempurna.
Semoga kegiatan ini memberi kesan positif bagi semua warga Lamawolo untuk terus berkarya membangun desa lamawolo tercinta.

Oha sampai pagi, tetapi pagi itu juga warga Lamawolo tidak lupa dengan tugas tugasnya seperti mengiris tuak, memberi makan ternak peliharaannya, menyiangi kebun jagung, dan lainnya. Tidak ada yang mengeluh, tidak ada yang menggerutu, semua dilakukan sepenuh hati dengan sejuta persen ketulusan.

Sebuah pelajaran penting yang aku dapat dari wajah wajah tulus saudaraku di desa kecil Lamawolo Witilewun.-

Sesuatu yang dikerjakan secara iklas menghasilkan kebahagiaan di hati.-
Trimakasih saudaraku,-

by Ifan Making